Minggu, 11 Juni 2017

SIFAT, DAN MACAM – MACAM NORMA HUKUM BESERTA CONTOHNYA



SIFAT, DAN MACAM – MACAM NORMA HUKUM BESERTA CONTOHNYA

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Perundang-undangan
Dosen Pengampu Muhammad Rauf S.H.,M.H





 




Aci Lovita Sari
1509114873




 


PROGRAM  STUDI  ILMU  HUKUM
2017 / 2018





Menurut D.W.P Ruiter, dalam kepustakaan Eropa Kontinental, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan atau wet in materiele zin mengandung tiga unsur, yaitu:
1.         Norma Hukum ( rechtsnorm );
2.         Norma Berlaku keluar ( naar buiten werken );
3.         Norma Bersifat umum dalam arti luas ( algemeenheid in ruime zin ).[1]
Ketiga unsur norma tersebut dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1)      Pada umumnya norma hukum berisikan:
a.         Suruhan(gebod) yaitu berisi apa yang harus dilakukan oleh manusia,berupa suatu perintah untuk melakukan sesuatu;
b.         Larangan (verbod) yaitu berisi apa yang tidak boleh dilakukan;
c.         Kebolehan(mogen) berisi apa yang dibolehkan,artinya tidak dilarang /tidak disuruh, dan;
d.        Pengizinan ( vrijstelling ).

2)      Norma Berlaku Keluar
Ruiter berpendapat, bahwa didalam peraturan perundang-undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk dalam organisai pemerintahan. Norma hanya ditujukan kepada rakyat, baik dalam hubungan antar sesamanya, maupun antara rakyat dan pemerintah. Norma yang mengatur hubungan antar bagian-bagian organisasi pemerintahan dianggap bukan norma sebenarnya, dan hanya dianggap norma organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan perundang-undangan selalu disebut “berlaku keluar”.

3)      Norma bersifat umum dalam arti luas
Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang umum (algemeen) dan yang individual (individueel), hal ini dilihat dari adressat (alamat) yang dituju, yaitu ditujukan kepada “ Setiap orang “ atau kepada “ Orang tertentu “, sera antara norma yang abstrak (abstract) dan yang konkret (concreet) jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu.
Menurut Ruiter, sebuah norma, (termasuk norma hukum) mengandung unsur-unsur berikut :
a.       Cara Keharusan Berperilaku ( modus van behoren );
b.      Seorang atau sekelompok orang adresat ( normadressat ) disebut subyek norma;
c.       Perilaku yang dirumuskan ( normgedrag ), disebut obyek norma;

Adapun Sifat-sifat norma hukum yaitu :
a.         Imperatif,berupa perintah yang secara apriori harus ditaati,baik berupa suruhan maupun larangan.
b.         Fakultatif,tidak secara apriori mengikat atau wajib di patuh.
Syarat-syaratnya ( normcondities ), disebut kondisi norma.[2]
Adapun macam-macam norma hukum dapat di uraikan sebagai berikut:[3]
1.      Norma hukum umum dan norma hukum individual .
a.         Norma hukum umum adalah norma hukum yang ditujukan umtuk orang banyak (addressat-nya umum) dan tidak tertentu.norma hukum umum sering dirumuskan dengan ‘barang siapa......’ atau ‘setiap orang....’ ataupun ‘setiap warga negara’ dan sebagainya sesuai dengan addressat yang dituju.
b.         Norma hukum individual adalah norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan addressat nya pada seseorang,beberapa orang,atau sejumlah orang tertentu. Norma hukum yang individual ini biasanya dirumuskan kalimat berikut:[4]
-        Syafei Bin Muhammad Sukri bertempat tinggal di Jl. Pajajaran Raya No. 1 Jakarta.
-        Para pengemudi bis kota jurusan Suta yang beroperasi antara jam 07.00 s/d 20.00 pada tanggal 1 Januari 2011

2.      Norma hukum abstrak dan norma hukum konkrit.
a.         Norma hukum abstrak adalah norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada batasnya dalam arti yang tidak konkrit.
b.         Norma hukum konkrit adalah norma hukum yang melihat perbuatan seseorang secara nyata atau lebih konkrit.
Dari sifat-sifat norma hukum umum-individual dan norma hukum yang abstrak-konkret sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, terdapat empat paduan kombinasi dari norma-norma tersebut, yaitu : norma hukum umum-abstrak, norma hukum umum-konkrit, norma hukum individual-abstrak, dan norma hukum individual konkrit.
A.       Norma Hukum Umum-Abstrak
Norma hukum umum-abstrak merupakan suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya masih bersifat abstrak. Dapat dirumuskan sebagai berikut;
a.       Setiap warga negara dilarang mencuri;
b.      Setiap orang dilarang membunuh sesamanya.

B.       Norma Hukum Umum-Konkrit
Suatu norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya sudah tertentu. Dapat dirumuskan sebagai berikut; “Setiap orang dilarang membunuh si Badu dengan parang”.

C.       Norma Hukum Individual-Abstrak
Norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau orang tertentu dan perbuatannya bersifat abstrak (belum konkrit). Dirumuskan sebagai berikut: “Si Badu yang bertempat tinggal di Jln. Sudirman Nomor 21 Pekanbaru dilarang mencuri”.

D.       Norma Hukum Individual-Konkrit
Norma hukum yang ditujukan untk seseorang atau orang tertentu dan perbuatannya bersifat konkrit. Dirumuskan sebagai berikut: “Si Badu, umur 20 tahun dilarang merokok di kantor tempat ia bekerja”.

3.      Norma hukum yang einmahlig dan norma c.
a.         Norma hukum yang einmahlig yaitu norma hukum yang berlaku sekali-selesai. Jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga dengan adanya penetapan ini norma hukum tersebut selesai
b.         Norma hukum yang einmahlig yaitu norma hukum yang berlaku terus-menerus sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan peraturan yang baru.

4.      Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan.
a.         Norma Hukum Tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh norma hukum lainnya. Isi norma hukum tunggal hanya merupakan suatu suruhan tentang bagaimana seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku.
b.         Norma Hukum Berpasangan adalah norma hukum yang terdiri dari norma hukum primer dan norma hukum sekunder. Norma hukum primer yang berisi aturan/patokan bagaimana seseorang harus berperilaku dalam masyarakat. Norma sekunder adalah suatu norma hukum yang berisi tata cara penanggulangannya apabila norma hukum primer itu tidak terpenuhi atau dipatuhi.
Sejak suatu norma hukum adalah valid karena dibuat dengan cara yang ditentukan oleh norma hukum lain, maka norma hukum terakhir merupakan alasan validitasi yang pertama.[5] Pembuatan yang ditentukan oleh norma yang paling tinggi menjadi alasan utama validitasi keseluruhan tata hukum yang membentuk kesatuan.[6]

5.      Norma Superior dan Norma Inferior
Analisis hukum, yang menyingkap karakter dinamis dari sistem normatif dan fungsi norma dasar, juga menunjukan kekhususan lebih lanjut dari hukum, yaitu : Hukum mengatur kriterianya sendiri sepanjang suatu norma hukum menentukan cara norma lain dibuat, dan juga isi dari norma tersebut. Sejak suatu norma hukum adalah valid karena dibuat dengan cara yang ditentukan oleh norma hukum lain, maka norma terakhir merupakan alasan validitas yang pertama.
Hubungan antara norma yang mengatur pembuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat disebut sebagai hubungan super dan subordinasi dalam konteks spasial. Norma yang menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat adalah inferior. Tata Hukum, khususnya sebagai personifikasi negara bukan merupakan sistem norma yang dikoordinasikan satu dengan yang lainnya, tetapi suatu hirarki dari norma-norma yang memiliki level berbeda. Kesatuan norma ini disusun oleh fakta bahwa pembuatan norma, yang lebih rendah, ditentukan oleh norma lain, yang lebih tinggi. Pembuatan yang ditentukan oleh norma yang paling tinggi menjadi alasan utama validitas keseluruhan tata hukum yang membentuk kesatuan.



6.      Norma Statis dan Norma Dinamis
Norma Statis adalah sistem yang melihat pada isi suatu norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik menjadi norma khusus, atau norma khusus itu dapat ditarik dari suatu norma yang umum. Norma Dinamis adalah suatu sistem norma yang melihat pada berlakunya suatu norma dari cara pembentukannya dan penghapusannya.
Menurut Hans Kelsen, norma itu berjenjang jenjang dan berlapis-lapis dalam susunan yang hierarkis, dimana norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya pada akhirnya ‘regressus’ ini berhenti pada norma yang paling tinggi yang disebut norma dasar (grundnorm) yang tidak dapat lagi ditelusuri siapa pembentuknya atau dari mana asalnya. Norma dasar atau biasa yang disebut grundnorm, basicnorm, atau fundamentalnorm ini merupakan norma yang tertinggi yang berlakunya tidak berdasar dan tidak bersumber pada norma uang lebih tinggi lagi, tetapi berlaku secara presupposed, yaitu lebih dahulu ditetapkan oleh masyarakat.[7]

7.      Norma Hukum Vertical dan Norma Hukum Horizontal
Norma Hukum Vertical adalah dinamika yang berjenjang dari atas kebawah, atau dari bawah keatas; dalam dinamika yang vertikal ini norma hukum itu yang berlaku, berdasar dan bersumber pada norma hukum diatasnya, norma hukum atasnya menjadi dasar norma hukum dibawahnya. Dinamika norma hukum vertikal ini dapat dilihat dalam tata susunan norma hukum, yang ada di Negara Republik Indonesia; Pancasila sebagai norma dasar negara merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya norma-norma hukum dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, dan seterusnya. Dalam dinamika norma hukum horizontal, suatu norma hukum itu bergeraknya tidak keatas atau tidak kebawah, tetapi kesamping. Dinamika horizontak ini tidak membentuk norma hukum baru akan tetapi bergerak kesamping karena adanya suatu analogi. Contoh pencurian listrik. Listrik bukanlah suatu benda, tetapi dapat ditafsirkan secara analogi menjadi suatu benda.[8]




DAFTAR PUSTAKA
Attamimi, Hamid S, Ilmu Perundang-Undangan, cet – V, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2007.
Haryono, Dodi, Ilmu Perundang-Undangan, Pekanbaru: UR Press, 2012.
Syarifin, Pipin dan Jubaedah, Dedah, Ilmu Perundang-Undangan, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012.




[1] D.W.P Ruiter,  Bestuursrechtelijke wetgevingsleer, Assen/Maastricht: Van Gorcumm 1987, hal. 7.
[2] A. Hamid S. Attamimi, Ibid. Hal. 314.
[3] Ibid., Hal. 26-31
[4] Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.Cit,. hal. 12.
[5] Hans Kelsen, Op.Cit., hal. 123-124.
[6] Ibid., hal. 124.
[7] Marida Farida Indrati Soeprapto, Op.Cit., hal. 8.
[8] Ibid., hal. 10.

1 komentar: