SIFAT, DAN MACAM – MACAM NORMA HUKUM BESERTA
CONTOHNYA
Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Perundang-undangan
Dosen Pengampu Muhammad Rauf S.H.,M.H
Aci
Lovita Sari
1509114873
PROGRAM
STUDI ILMU HUKUM
2017 / 2018
Menurut D.W.P Ruiter, dalam kepustakaan
Eropa Kontinental, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan atau wet in materiele zin mengandung tiga
unsur, yaitu:
1.
Norma Hukum ( rechtsnorm );
2.
Norma Berlaku
keluar ( naar buiten werken );
3.
Norma Bersifat
umum dalam arti luas ( algemeenheid in
ruime zin ).[1]
Ketiga unsur norma tersebut dapat
diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
1)
Pada umumnya
norma hukum berisikan:
a.
Suruhan(gebod)
yaitu berisi apa yang harus dilakukan oleh manusia,berupa suatu perintah untuk
melakukan sesuatu;
b.
Larangan
(verbod) yaitu berisi apa yang tidak boleh dilakukan;
c.
Kebolehan(mogen)
berisi apa yang dibolehkan,artinya tidak dilarang /tidak disuruh, dan;
d.
Pengizinan ( vrijstelling ).
2)
Norma Berlaku
Keluar
Ruiter berpendapat, bahwa didalam peraturan
perundang-undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi berlakunya norma
hanya bagi mereka yang tidak termasuk dalam organisai pemerintahan. Norma hanya
ditujukan kepada rakyat, baik dalam hubungan antar sesamanya, maupun antara
rakyat dan pemerintah. Norma yang mengatur hubungan antar bagian-bagian
organisasi pemerintahan dianggap bukan norma sebenarnya, dan hanya dianggap
norma organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan
perundang-undangan selalu disebut “berlaku keluar”.
3)
Norma bersifat
umum dalam arti luas
Dalam hal ini terdapat pembedaan antara norma yang
umum (algemeen) dan yang individual (individueel), hal ini dilihat dari
adressat (alamat) yang dituju, yaitu ditujukan kepada “ Setiap orang “ atau
kepada “ Orang tertentu “, sera antara norma yang abstrak (abstract) dan yang konkret (concreet)
jika dilihat dari hal yang diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang
tidak tertentu atau mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu.
Menurut Ruiter, sebuah
norma, (termasuk norma hukum) mengandung unsur-unsur berikut :
a.
Cara Keharusan Berperilaku ( modus van behoren );
b.
Seorang atau sekelompok orang adresat ( normadressat ) disebut subyek norma;
c.
Perilaku yang dirumuskan ( normgedrag ), disebut obyek norma;
Adapun Sifat-sifat norma hukum yaitu :
a.
Imperatif,berupa
perintah yang secara apriori harus ditaati,baik berupa suruhan maupun larangan.
b.
Fakultatif,tidak
secara apriori mengikat atau wajib di patuh.
Syarat-syaratnya ( normcondities ), disebut kondisi norma.[2]
Adapun macam-macam norma hukum dapat di uraikan
sebagai berikut:[3]
1.
Norma hukum umum
dan norma hukum individual .
a.
Norma hukum umum
adalah norma hukum yang ditujukan umtuk orang banyak (addressat-nya umum) dan
tidak tertentu.norma hukum umum sering dirumuskan dengan ‘barang siapa......’
atau ‘setiap orang....’ ataupun ‘setiap warga negara’ dan sebagainya sesuai
dengan addressat yang dituju.
b.
Norma hukum
individual adalah norma hukum yang ditujukan atau dialamatkan addressat nya
pada seseorang,beberapa orang,atau sejumlah orang tertentu. Norma hukum yang
individual ini biasanya dirumuskan kalimat berikut:[4]
-
Syafei Bin
Muhammad Sukri bertempat tinggal di Jl. Pajajaran Raya No. 1 Jakarta.
-
Para pengemudi
bis kota jurusan Suta yang beroperasi antara jam 07.00 s/d 20.00 pada tanggal 1
Januari 2011
2.
Norma hukum
abstrak dan norma hukum konkrit.
a.
Norma hukum
abstrak adalah norma hukum yang melihat pada perbuatan seseorang yang tidak ada
batasnya dalam arti yang tidak konkrit.
b.
Norma hukum
konkrit adalah norma hukum yang melihat perbuatan seseorang secara nyata atau
lebih konkrit.
Dari sifat-sifat norma hukum
umum-individual dan norma hukum yang abstrak-konkret sebagaimana yang telah
dijelaskan diatas, terdapat empat paduan kombinasi dari norma-norma tersebut,
yaitu : norma hukum umum-abstrak, norma hukum umum-konkrit, norma hukum
individual-abstrak, dan norma hukum individual konkrit.
A.
Norma Hukum
Umum-Abstrak
Norma hukum umum-abstrak merupakan suatu norma hukum
yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya masih bersifat abstrak. Dapat
dirumuskan sebagai berikut;
a.
Setiap warga
negara dilarang mencuri;
b.
Setiap orang
dilarang membunuh sesamanya.
B.
Norma Hukum
Umum-Konkrit
Suatu
norma hukum yang ditujukan untuk umum dan perbuatannya sudah tertentu. Dapat
dirumuskan sebagai berikut; “Setiap orang dilarang membunuh si Badu dengan
parang”.
C.
Norma Hukum
Individual-Abstrak
Norma hukum yang ditujukan untuk seseorang atau
orang tertentu dan perbuatannya bersifat abstrak (belum konkrit). Dirumuskan
sebagai berikut: “Si Badu yang bertempat tinggal di Jln. Sudirman Nomor 21
Pekanbaru dilarang mencuri”.
D.
Norma Hukum
Individual-Konkrit
Norma hukum yang ditujukan untk seseorang atau orang
tertentu dan perbuatannya bersifat konkrit. Dirumuskan sebagai berikut: “Si
Badu, umur 20 tahun dilarang merokok di kantor tempat ia bekerja”.
3.
Norma hukum yang
einmahlig dan norma c.
a.
Norma hukum yang
einmahlig yaitu norma hukum yang
berlaku sekali-selesai. Jadi sifatnya hanya menetapkan saja, sehingga dengan
adanya penetapan ini norma hukum tersebut selesai
b.
Norma hukum yang
einmahlig yaitu norma hukum yang
berlaku terus-menerus sampai peraturan itu dicabut atau diganti dengan
peraturan yang baru.
4.
Norma Hukum
Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan.
a.
Norma Hukum
Tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri dan tidak diikuti oleh norma
hukum lainnya. Isi norma hukum tunggal hanya merupakan suatu suruhan tentang
bagaimana seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku.
b.
Norma Hukum
Berpasangan adalah norma hukum yang terdiri dari norma hukum primer dan norma
hukum sekunder. Norma hukum primer yang berisi aturan/patokan bagaimana
seseorang harus berperilaku dalam masyarakat. Norma sekunder adalah suatu norma
hukum yang berisi tata cara penanggulangannya apabila norma hukum primer itu
tidak terpenuhi atau dipatuhi.
Sejak
suatu norma hukum adalah valid karena dibuat dengan cara yang ditentukan oleh
norma hukum lain, maka norma hukum terakhir merupakan alasan validitasi yang
pertama.[5]
Pembuatan yang ditentukan oleh norma yang paling tinggi menjadi alasan utama
validitasi keseluruhan tata hukum yang membentuk kesatuan.[6]
5.
Norma Superior
dan Norma Inferior
Analisis hukum, yang
menyingkap karakter dinamis dari sistem normatif dan fungsi norma dasar, juga
menunjukan kekhususan lebih lanjut dari hukum, yaitu : Hukum mengatur
kriterianya sendiri sepanjang suatu norma hukum menentukan cara norma lain
dibuat, dan juga isi dari norma tersebut. Sejak suatu norma hukum adalah valid
karena dibuat dengan cara yang ditentukan oleh norma hukum lain, maka norma
terakhir merupakan alasan validitas yang pertama.
Hubungan antara norma
yang mengatur pembuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat disebut
sebagai hubungan super dan subordinasi dalam konteks spasial. Norma yang
menentukan pembuatan norma lain adalah superior, sedangkan norma yang dibuat
adalah inferior. Tata Hukum, khususnya sebagai personifikasi negara bukan
merupakan sistem norma yang dikoordinasikan satu dengan yang lainnya, tetapi
suatu hirarki dari norma-norma yang memiliki level berbeda. Kesatuan norma ini
disusun oleh fakta bahwa pembuatan norma, yang lebih rendah, ditentukan oleh
norma lain, yang lebih tinggi. Pembuatan yang ditentukan oleh norma yang paling
tinggi menjadi alasan utama validitas keseluruhan tata hukum yang membentuk
kesatuan.
6.
Norma Statis dan
Norma Dinamis
Norma Statis adalah
sistem yang melihat pada isi suatu norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik
menjadi norma khusus, atau norma khusus itu dapat ditarik dari suatu norma yang
umum. Norma Dinamis adalah suatu sistem norma yang melihat pada berlakunya
suatu norma dari cara pembentukannya dan penghapusannya.
Menurut Hans Kelsen,
norma itu berjenjang jenjang dan berlapis-lapis dalam susunan yang hierarkis,
dimana norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang
lebih tinggi lagi, demikian seterusnya pada akhirnya ‘regressus’ ini berhenti pada norma yang paling tinggi yang disebut
norma dasar (grundnorm) yang tidak
dapat lagi ditelusuri siapa pembentuknya atau dari mana asalnya. Norma dasar
atau biasa yang disebut grundnorm,
basicnorm, atau fundamentalnorm ini
merupakan norma yang tertinggi yang berlakunya tidak berdasar dan tidak
bersumber pada norma uang lebih tinggi lagi, tetapi berlaku secara presupposed, yaitu lebih dahulu
ditetapkan oleh masyarakat.[7]
7.
Norma Hukum
Vertical dan Norma Hukum Horizontal
Norma Hukum Vertical
adalah dinamika yang berjenjang dari atas kebawah, atau dari bawah keatas;
dalam dinamika yang vertikal ini norma hukum itu yang berlaku, berdasar dan
bersumber pada norma hukum diatasnya, norma hukum atasnya menjadi dasar norma
hukum dibawahnya. Dinamika norma hukum vertikal ini dapat dilihat dalam tata
susunan norma hukum, yang ada di Negara Republik Indonesia; Pancasila sebagai
norma dasar negara merupakan sumber dan dasar bagi terbentuknya norma-norma
hukum dalam Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, dan seterusnya. Dalam
dinamika norma hukum horizontal, suatu norma hukum itu bergeraknya tidak keatas
atau tidak kebawah, tetapi kesamping. Dinamika horizontak ini tidak membentuk
norma hukum baru akan tetapi bergerak kesamping karena adanya suatu analogi.
Contoh pencurian listrik. Listrik bukanlah suatu benda, tetapi dapat
ditafsirkan secara analogi menjadi suatu benda.[8]
DAFTAR PUSTAKA
Attamimi, Hamid S, Ilmu Perundang-Undangan, cet – V, Yogyakarta: PT. Kanisius, 2007.
Haryono, Dodi, Ilmu
Perundang-Undangan, Pekanbaru: UR Press, 2012.
Syarifin, Pipin dan Jubaedah, Dedah, Ilmu Perundang-Undangan, Bandung: CV.
Pustaka Setia, 2012.
[1] D.W.P
Ruiter, Bestuursrechtelijke wetgevingsleer, Assen/Maastricht:
Van Gorcumm 1987, hal. 7.
[2] A. Hamid
S. Attamimi, Ibid. Hal. 314.
[3] Ibid.,
Hal. 26-31
[4] Maria
Farida Indrati Soeprapto, Op.Cit,. hal. 12.
[5] Hans
Kelsen, Op.Cit., hal. 123-124.
[6] Ibid.,
hal. 124.
[7] Marida
Farida Indrati Soeprapto, Op.Cit., hal. 8.
[8] Ibid.,
hal. 10.
Nggak ngerti
BalasHapus